Kementerian ESDM Terbitkan Regulasi Baru
Jaga Negeri

Kementerian ESDM Terbitkan Regulasi Baru, Dukung Investasi Migas Indonesia

AsuransiAman.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali melakukan langkah signifikan untuk mendongkrak daya tarik investasi di sektor minyak dan gas bumi (Migas) dengan menerbitkan regulasi terbaru. Aturan baru ini diharapkan mampu memberikan kepastian lebih besar bagi para kontraktor yang bergerak di bidang eksplorasi dan produksi migas.

Regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, yang menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017. Selain itu, pemerintah juga menetapkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM.M/2024 untuk mengatur Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Dalam keterangan resminya yang diterima pada Selasa, 1 Oktober 2024, Direktur Pembinaan Hulu Minyak dan Gas Bumi, Ariana Soemanto, menjelaskan tujuan utama penerbitan aturan baru ini adalah untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pemerintah dan kontraktor. “Pembaruan aturan ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan kontraktor dan pemerintah,” ujar Ariana.

Kepastian Bagi Hasil untuk Kontraktor

Salah satu poin penting dari aturan ini adalah kepastian terkait besaran bagi hasil yang diterima kontraktor. Dalam skema baru, bagi hasil untuk kontraktor bisa mencapai 75 hingga 95 persen. Angka ini jauh lebih menarik dibandingkan aturan sebelumnya yang bervariasi, bahkan dalam beberapa kasus bisa mencapai nol persen.

Ariana mengungkapkan bahwa fleksibilitas ini adalah respons terhadap kebutuhan kontraktor yang selama ini mengajukan insentif atau diskresi. “Buktinya, 15 dari 26 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mengajukan insentif atau diskresi karena bagi hasil yang tidak kompetitif,” ujarnya.

Menariknya Wilayah Kerja Migas Non-Konvensional

Selain memberi kepastian bagi hasil, aturan ini juga membuka peluang besar bagi Wilayah Kerja Migas Non-Konvensional (WK Migas Non-Konvensional) untuk lebih diminati oleh para investor. Menurut Ariana, sistem gross split baru ini memberikan bagi hasil yang mencapai 93 hingga 95 persen kepada kontraktor di awal proyek. Contohnya adalah penerapan sistem ini pada WK Gas Metana Batubara (GMB) Tanjung Enim dan Migas Non-Konvensional (MNK) Rokan.

Dengan regulasi baru ini, parameter yang menentukan besaran bagi hasil disederhanakan dari 13 menjadi hanya 5 parameter. Penyederhanaan ini bertujuan agar perhitungan lebih mudah diterapkan dan lebih menarik bagi para pelaku industri di lapangan.

Simplifikasi Komponen Bagi Hasil

Poin lain yang menjadi sorotan dari regulasi baru ini adalah penyederhanaan jumlah komponen tambahan dalam bagi hasil. Sebelumnya, ada 13 komponen yang mempengaruhi besaran bagi hasil, namun kini disederhanakan menjadi hanya 5 komponen utama, yaitu: jumlah cadangan, lokasi lapangan, ketersediaan infrastruktur, harga minyak bumi, dan harga gas bumi.

Ariana menjelaskan bahwa data yang digunakan dalam penetapan nilai dari masing-masing komponen ini didasarkan pada studi statistik lima tahun terakhir. “Data lima tahun terakhir mencakup jumlah cadangan dari POD seluruh lapangan, rata-rata lokasi dan kedalaman lapangan, serta harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP), LNG Platts, dan gas domestik,” jelasnya.

Baca juga: Depenas dan Pemerintah Bahas UMP 2025: Upaya untuk Keseimbangan Kesejahteraan Pekerja dan Kelangsungan Usaha

Evaluasi Lima Tahun

Dalam jangka lima tahun ke depan, evaluasi akan dilakukan untuk melihat apakah angka-angka yang diterapkan dalam regulasi ini benar-benar mencerminkan kondisi riil di lapangan. Ariana menegaskan bahwa parameter-parameter ini telah disusun berdasarkan bukti empiris. “Setelah evaluasi lima tahun, cadangan dan POD-nya akan menunjukkan bukti empiris dari data yang dikumpulkan selama lima tahun terakhir,” imbuhnya.

Fleksibilitas dalam Pilihan Kontrak

Regulasi baru ini juga memberikan fleksibilitas kepada kontraktor terkait pilihan skema kontrak. Kontraktor bebas memilih untuk menggunakan skema gross split atau cost recovery. “Ini bukan semata-mata untuk mendorong gross split yang baru ini, tetapi kita berikan pilihan fleksibilitas, mau pakai gross split atau cost recovery, silakan,” jelas Ariana. Hal ini memberikan ruang lebih bagi kontraktor untuk menyesuaikan kontrak sesuai dengan preferensi mereka.

Selain itu, regulasi ini juga mengatur tata cara perubahan bentuk kontrak dari skema PSC cost recovery ke gross split, maupun sebaliknya. Ketentuan ini berlaku bagi kontrak yang telah ditandatangani sebelum regulasi baru diterbitkan, memberikan kesempatan bagi kontraktor untuk melakukan transisi sesuai dengan kebutuhan mereka.

Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024, diharapkan sektor migas Indonesia bisa semakin kompetitif dan menarik bagi para investor. Kepastian dalam bagi hasil, simplifikasi komponen, serta fleksibilitas dalam memilih skema kontrak merupakan beberapa langkah yang diambil pemerintah untuk memastikan industri migas di Indonesia tetap berkembang dan berdaya saing tinggi di pasar global.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *