Site icon InfoAsuransi

Purbaya Yudhi Sadewa Tegaskan Tak Gunakan Dana APBN untuk Pendirian Family Office

Purbaya Yudhi Sadewa Tegaskan Tak Gunakan Dana APBN untuk Pendirian Family Office

Purbaya Yudhi Sadewa Tegaskan Tak Gunakan Dana APBN untuk Pendirian Family Office

Asuransiaman.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai pembentukan family office di Indonesia. Menurutnya, gagasan pembentukan family office yang diusulkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan tetap dapat dilanjutkan, asalkan tidak bersumber dari kas negara.

Purbaya menyatakan sikapnya secara tegas saat ditemui di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Senin (13/10). Ia menuturkan bahwa dana publik harus difokuskan pada program-program yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat serta memiliki efektivitas tinggi dalam pelaksanaan.

“Saya sudah dengar isu itu cukup lama. Kalau Dewan Ekonomi Nasional mau bangun sendiri, silakan saja. Tapi saya tidak akan mengalihkan anggaran APBN untuk hal tersebut,” ujarnya.

Purbaya menambahkan, pemerintah akan tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran negara. Ia menilai setiap rupiah dari APBN harus dipastikan digunakan secara efisien, tepat sasaran, serta bebas dari potensi penyalahgunaan.

“Saya fokus pada penyaluran anggaran yang benar. Kalau sudah tepat, pelaksanaannya juga akan tepat waktu dan sesuai tujuan, tanpa ada kebocoran,” tuturnya.

Lebih lanjut, Purbaya mengaku tidak terlibat dalam proses atau pembahasan pembentukan family office. Ia bahkan menyebut belum memahami secara mendalam konsep yang tengah digagas tersebut.

“Tidak, saya tidak terlibat sama sekali. Kalau memang mau dibangun, ya saya doakan saja berjalan lancar. Tapi saya belum begitu paham konsepnya, walaupun Pak Ketua DEN sudah beberapa kali menyampaikan,” ujarnya menambahkan.

Sementara itu, Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya menegaskan bahwa rencana pembentukan family office akan tetap dilanjutkan meskipun pemerintahan telah berganti. Ia optimistis inisiatif tersebut akan menjadi langkah strategis bagi Indonesia dalam menarik investasi global.

“Kita terus kejar agar bisa segera diputuskan oleh presiden. Targetnya tahun ini sudah bisa berjalan,” ucap Luhut dalam pernyataannya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Juli lalu.

Gagasan pembentukan family office pertama kali muncul pada Mei 2024 ketika Luhut masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ia menyebut sejumlah negara seperti Singapura, Hong Kong, dan Abu Dhabi telah lebih dulu membangun sistem serupa dan berhasil menarik investasi triliunan dolar dari para investor global.

Menurut perhitungan awal, potensi investasi yang bisa masuk ke Indonesia dari keberadaan family office mencapai sekitar US$500 miliar atau setara Rp8.151 triliun. Jumlah itu mewakili 5 persen dari total dana yang dikelola oleh perusahaan keluarga di dunia yang diperkirakan mencapai US$11,7 triliun.

Secara umum, family office merupakan lembaga yang menyediakan layanan pengelolaan kekayaan bagi keluarga atau individu beraset besar. Layanan yang diberikan meliputi manajemen investasi, perencanaan keuangan, hingga pengelolaan pajak. Melalui sistem ini, investor dapat menempatkan dananya dengan perlakuan pajak yang lebih fleksibel, di mana pajak baru dikenakan apabila terdapat penciptaan lapangan kerja atau kegiatan ekonomi baru di negara tempat investasi dilakukan.

Meski demikian, sikap Purbaya menandakan bahwa pemerintah tetap berhati-hati dalam menentukan prioritas pembiayaan negara. Ia menilai setiap kebijakan harus didasarkan pada kebutuhan publik dan bukan semata untuk memenuhi inisiatif ekonomi tertentu tanpa kajian mendalam.

Dengan demikian, rencana pembentukan family office di Indonesia masih berada pada tahap perencanaan dan belum memiliki kejelasan terkait pendanaan maupun struktur kelembagaannya. Keputusan akhir akan sangat bergantung pada arahan presiden serta kesiapan pihak-pihak yang mendorong proyek tersebut untuk mencari sumber pembiayaan non-APBN.

Exit mobile version