Asuransiaman.com – Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali menghidupkan pamor emas sebagai aset lindung nilai. Lonjakan harga emas menjadi respons atas meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap kebijakan perdagangan agresif yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.
Pada perdagangan Rabu (9/4/2025), harga emas di pasar spot tercatat melonjak 3,30% ke level US$3.082,18 per troy ons. Kenaikan ini menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2023 dan berhasil menghapus kerugian empat hari berturut-turut sebelumnya. Emas pun kembali menembus batas psikologis US$3.000 per troy ons.
Memasuki Kamis pagi (10/4/2025), pergerakan harga sedikit terkoreksi. Hingga pukul 06.08 WIB, harga emas di pasar spot turun tipis 0,04% ke posisi US$3.081,28 per troy ons. Meski demikian, daya tarik emas tetap tinggi di tengah dinamika geopolitik dan ekonomi global.
Meningkatnya ketegangan perdagangan, terutama usai keputusan Trump menaikkan tarif impor dari China menjadi 125%, menjadi pemicu utama penguatan emas. Kebijakan tersebut dinilai memperburuk relasi dua kekuatan ekonomi terbesar dunia yang dalam sepekan terakhir terlibat saling balas menaikkan tarif secara intensif.
Trump juga mengumumkan penundaan selama 90 hari atas tarif baru terhadap sejumlah negara, kecuali China. Langkah tersebut dipandang sebagai bentuk tekanan maksimal terhadap Beijing, sekaligus strategi menghindari gejolak ekonomi lebih luas.
Akibat kebijakan ini, pasar keuangan global mengalami tekanan tinggi. Volatilitas pasar mencerminkan kekhawatiran investor terhadap inflasi dan potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Alhasil, pelaku pasar mulai meninggalkan aset berisiko seperti saham dan komoditas industri, beralih ke instrumen safe haven seperti emas.
Emas sendiri telah menunjukkan performa mengesankan sepanjang tahun 2025. Sejak awal tahun, harga logam mulia ini telah melonjak lebih dari US$400 dan sempat menyentuh rekor tertinggi US$3.167,57 per troy ons pada 3 April lalu. Kenaikan tersebut didorong oleh permintaan yang tinggi dari investor dan pembelian masif oleh sejumlah bank sentral dunia.
Dari sisi kebijakan moneter, risalah pertemuan terbaru Federal Reserve menunjukkan kekhawatiran terhadap tekanan inflasi yang meningkat di tengah perlambatan pertumbuhan. Beberapa pejabat bahkan menyebutkan perlunya kompromi dalam kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Pasar kini memprediksi kemungkinan 72% bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada bulan Juni. Lingkungan suku bunga rendah biasanya memberikan dorongan positif bagi emas, karena logam mulia ini tidak menghasilkan imbal hasil, sehingga lebih menarik saat suku bunga turun.
Investor saat ini menantikan rilis data indeks harga konsumen (CPI) AS yang dijadwalkan pada Kamis ini. Data tersebut diharapkan memberikan petunjuk lebih lanjut terkait arah kebijakan moneter The Fed dan prospek inflasi ke depan.
Dengan ketidakpastian global yang terus berlanjut, emas kembali membuktikan perannya sebagai aset pelindung dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu. Pergerakan harga ke depan sangat bergantung pada perkembangan kebijakan AS dan respons pasar terhadap dinamika geopolitik dunia.