AsuransiAman.com – Investor saham Indonesia tengah merasakan kekecewaan mendalam setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam sebesar 3,4%, menutup di level 7.059,65 pada Senin (5/8/2024). Penurunan drastis ini dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap potensi resesi di Amerika Serikat (AS), yang didorong oleh memburuknya data ekonomi di negara tersebut.
IHSG sudah menunjukkan tren penurunan sejak awal perdagangan, seiring dengan meningkatnya kecemasan akan resesi di AS. Data ekonomi AS yang memburuk, terutama di sektor tenaga kerja, menjadi penyebab utama kejatuhan ini. Laporan terbaru menunjukkan bahwa klaim pengangguran meningkat signifikan, mencapai 249.000, jauh di atas proyeksi yang hanya 236.000 klaim. Tingkat pengangguran di AS juga melonjak menjadi 4,3% pada Juli 2024, dari sebelumnya 4,1% di bulan Juni.
Meskipun perekonomian Indonesia pada kuartal II-2024 masih tumbuh di atas 5%, hal ini tidak mampu menahan laju penurunan IHSG. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 5,05% secara tahunan (year-on-year/yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan kuartal I-2024 yang mencapai 5,11%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, merespons situasi ini dengan menenangkan kekhawatiran investor. “Pergerakan IHSG memang fluktuatif dari hari ke hari, jadi tidak perlu ada kekhawatiran berlebih,” ujarnya. Mengenai potensi resesi di AS, Airlangga menyatakan bahwa pemerintah masih mencermati perkembangan kondisi ini. Ia berharap tingkat suku bunga acuan dapat diturunkan pada kuartal IV-2024, meskipun saat ini suku bunga yang tinggi diperlukan untuk mencegah aliran modal asing keluar dari Indonesia.
Baca juga: BUMN Hutama Karya Dibayangi Utang Jumbo, Solusi Tidak Jelas
Sejarah Penurunan IHSG
Penurunan IHSG sebesar 3,4% pada Senin kemarin bukanlah yang terburuk dalam sejarah. Penurunan terbesar IHSG terjadi pada 8 Januari 1998 dengan anjlok sebesar 11,88% di level 347,1, pada masa krisis moneter Asia. Kejatuhan signifikan lainnya terjadi pada 12 Februari 1998, ketika IHSG turun 9,27% di level 442,28. Krisis moneter 1998 tidak hanya mengakibatkan kejatuhan pasar saham, tetapi juga memicu krisis multidimensi di Indonesia, termasuk krisis politik dan sosial yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto.
Selain itu, IHSG juga pernah jatuh tajam pada Januari dan Oktober 2008 saat terjadi krisis keuangan global yang dimulai dari krisis subprime mortgage di AS. Krisis ini menyebar ke Eropa dan Asia, menyebabkan kejatuhan pasar saham di seluruh dunia. Pada 14 Oktober 2002, IHSG juga mengalami penurunan signifikan akibat krisis Dotcom Bubble, di mana saham-saham teknologi jatuh secara bersamaan.
Kondisi IHSG Tahun Ini
Sejak awal tahun, IHSG telah jatuh sebesar 2,93%, dengan penurunan 2,7% hanya dalam sebulan terakhir. Kekhawatiran akan resesi di AS semakin meningkat setelah data pasar tenaga kerja AS menunjukkan perlambatan tajam. Tingkat pengangguran yang meningkat dan penurunan dalam penambahan pekerja non-farm payrolls menjadi indikator lemahnya ekonomi AS. Pada bulan Juli, penambahan pekerja hanya mencapai 114.000, jauh di bawah ekspektasi pasar sebesar 175.000.
Kondisi ini diperburuk dengan melemahnya sektor manufaktur dan laporan keuangan perusahaan teknologi raksasa yang menunjukkan kinerja buruk. Indeks PMI Manufaktur S&P Global AS turun ke angka 49,6 pada Juli 2024, terendah sepanjang tahun ini, menunjukkan adanya penurunan kondisi bisnis di sektor manufaktur. Indeks PMI Jasa ISM AS juga merosot tajam ke 48,8 pada Juni 2024, penurunan terbesar sejak April 2020. Selain itu, indeks sentimen konsumen Universitas Michigan turun menjadi 66,4 pada Juli 2024, angka terendah dalam delapan bulan terakhir.
Meskipun situasi saat ini menimbulkan kekhawatiran, para ahli berharap adanya perbaikan dalam beberapa bulan ke depan. Pemerintah dan pelaku pasar terus memantau perkembangan global dan domestik untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam menjaga stabilitas ekonomi dan pasar saham.
Para investor diharapkan tetap tenang dan bijak dalam mengambil keputusan investasi, mengingat volatilitas pasar saham yang merupakan bagian dari dinamika pasar. Sementara itu, pemerintah terus berupaya menjaga kestabilan ekonomi nasional di tengah gejolak global yang tidak menentu.
Sumber: CNBC.