Jakarta –
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta membebaskan PT Sinarmas Asset Management atas dakwaan korupsi di kasus Jiwasraya. Apa alasan PT Jakarta?
Kasus bermula saat kejaksaan menghadirkan PT Sinarmas Asset Management di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dalam kasus korupsi Jiwasraya. Hasilnya, PN Jakpus memutuskan PT Sinarmas Asset Management terbukti melakukan korupsi dan menjatuhkan denda Rp 1 miliar. Atas putusan itu, PT Sinarmas Asset Management mengajukan banding dan dikabulkan.
“Menyatakan Pemohon Banding/Terdakwa PT Sinarmas Asset Management tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana-tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Membebaskan Terdakwa PT Sinarmas Asset Management oleh karena itu dari segala dakwaan (vrijspraak),” demikian bunyi putusan PT Jakarta yang dilansir website-nya, Rabu (19/10/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Duduk sebagai ketua majelis Binsar Pamopo Pakpahan. Adapun anggotanya Muhammad Lutfi, Gunawan Gusmo, Margareta Setyaningsih, dan Hotma Maya Marbun. Majelis hakim memulihkan hak-hak Terdakwa PT Sinarmas Asset Management dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya.
“Memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan pengembalian uang tunai sebesar Rp 73.938.704.154 kepada Terdakwa PT Sinarmas Asset Management,” ujar majelis.
Berikut alasan PT Jakarta membebaskan PT Sinarmas Asset Management:
Ketentuan pasal 18 POJK 43/2015, ketentuan psl 19 huruf a, f, g POJK Nomor 43/2015, ketentuan pasal 20 b angka 1 dan 2 POJK Nomor 43/2015, ketentuan pasal 22 POJK Nomor 43/2015, Terdakwa sebagai Korporasi telah melaksanakan dan mematuhinya, sehingga dari keterangan saksi Irvan Susandy Kepala Divisi Pengawasan BEI dan saksi Sujanto, Direktur Pengelola Investasi Departermen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK telah menerangkan bahwa Terdakwa sebagai Korporasi tidak pernah terindikasi Pelanggaran dan tidak pernah diberikan sanksi baik oleh Bursa Efek Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator tempat Terdakwa Korporasi diawasi, diperiksa dan dihukum apabila melanggar regulasi yang telah ditetapkan.
Terdakwa menerima dana sebesar Rp4.272.413.804.00 (empat milyar dua ratus tujuh puluh dua juta empat ratus tiga belas ribu delapan ratus empat rupiah) adalah biaya pengelolaan Reksadana sebagaimana diatur pasal 30-33 POJK 23/2016 dari pengelolaan Manager Investasi tahun 2016, tahun 2017 dan tahun 2018 dan setelah dilakukan pemotongan berupa pungutan OJK dan Pajak PPH badan sisanya menjadi Rp3.061.295.846.00 (tiga milyar enam puluh satu juta dua ratus sembilan puluh lima ribu delapan ratus empat puluh enam rupiah);
Menimbang, bahwa biaya ini adalah biaya resmi dan sah serta wajar sesuai Psl 30-33 POJK 23/2016 sebagai biaya Management Fee selama 3 tahun tersebut;
Menimbang, bahwa terhadap biaya Management Fee ini telah dikuatkan oleh saksi Pudjo Damaryono, selaku Kepala Bagian Pendaftaran Produk Pengelola Investasi pada direktorat Pengelolaan Investasi Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK dan penerimaan Management Fee ini juga diterima oleh OJK dan kantor Pajak.
Oleh karena perhitungan dilakukan oleh BPK terhadap besarnya kerugian bukan nilai yang nyata dan pasti jumlahnya, terhadap Investor di Pasar Modal dan belum tentu menjadi indikator terjadinya kerugian negara jika seluruh kebijakan Investasi telah terpenuhi adalah merupakan resiko bisnis di bidang Investasi, sebagaimana yang dialami Terdakwa Korporasi ASABRI adalah Fluktuasi dan tidak fair dalam menghitung kerugian negara tersebut dalam perkara ini sehingga unsur ini adalah tidak terpenuhi.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, terbukti bahwa Terdakwa Korporasi sebagai Terdakwa tunggal yang diduga telah melakukan Korupsi/pelanggaran di bidang Pasar Modal, yang diregulasi telah ditentukan oleh OJK sebagaimana telah diatur dalam pasal 102 UU Pasar Modal, pasal 49 POJK 43/2015 dan pasal 76 POJK 23/2016 adalah tidak terbukti adanya pelanggaran tersebut/kejahatan/korupsi.
Terlebih dahulu mensitir pendapat Clinarrd dan Yeager yang menyatakan bahwa penjatuhan pidana korporasi adalah ultimatum remedium upaya terakhir karena bisa salah satu faktor Viktimogen (faktor yang berpotensi menimbulkan korban yang tidak bersalah) dan faktor kriminogen (faktor yang berpotensi menyebabkan tumbuh suburnya kejahatan) dan investasi di Pasar Modal sangat dipengaruhi oleh trust (kepercayaan) masyarakat /pelaku pasar.
Dua anggota majelis, Margareta Setyaningsih dan Hotma Maya Marbun tidak sependapat dan mengajukan dissenting opinion. Menurut keduanya PT Sinarmas Asset Management bersalah korupsi dan dihukum sebagaimana putusan PN Jakpus.
Simak juga ‘Tanggapan MAKI soal MA Bebaskan Eks Bos OJK di Kasus Korupsi Jiwasraya’:
(asp/zap)