Jakarta –
Jaksa Agung ST Burhanuddin angkat bicara tentang vonis nihil terdakwa Heru Hidayat dalam kasus korupsi ASABRI. Burhanuddin tak habis pikir dengan vonis nihil tersebut, padahal kerugian negara dalam kasus ASABRI mencapai Rp 22 triliun.
Diketahui Heru Hidayat dituntut pidana mati oleh jaksa dalam kasus ASABRI. Namun Heru Hidayat divonis nihil dalam kasus ASABRI karena telah dijatuhi hukuman maksimal penjara seumur hidup dalam kasus korupsi Jiwasraya yang merugikan negara Rp 16 triliun. Hakim menyebut dalam dakwaan jaksa sebelumnya di kasus ASABRI tidak mencantumkan Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor sehingga dianggap melanggar asas penuntutan.
“Dalam hal ini majelis hakim berpendapat bahwa Heru Hidayat tersebut telah dijatuhi hukuman maksimal berupa hukuman penjara seumur hidup sehingga majelis hakim menjatuhkan sanksi pidana pokok berupa vonis nihil, artinya dia tidak dihukum dengan korupsi 22 triliun,” kata Burhanuddin dalam webinar virtual yang disiarkan di YouTube Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Rabu (26/1/2022).
“Bayangkan, Rp 22 triliun dengan hukumannya 0 tahun, artinya dengan Rp 22 triliun tidak dihukum,” sambungnya.
Burhanuddin menilai hukum sejatinya tidak hanya berdasarkan pendekatan legal prosedural, tetapi juga harus mempertimbangkan asas keadilan bagi masyarakat. Apalagi, menurut Burhanuddin, dalam kasus ASABRI, negara mengalami kerugian keuangan negara Rp 22 triliun.
“Kami sendiri memandang hukuman bukanlah harus sekadar ditegakkan melalui pendekatan legal prosedural, namun harus berbasis pada pemenuhan keadilan substantif yang berkembang di masyarakat, khususnya ketika daya rusak dan kerugian maslahat akibat kejahatan itu begitu hebatnya, Rp 22 triliun dan Rp 16 triliun, bisa bayangkan Rp 32 triliun,” ujarnya.
Lebih lanjut Burhanuddin mengaku tetap berkomitmen melakukan tuntutan pidana mati bagi koruptor. Sebab, menurut Burhanuddin, saat ini hukuman pidana bagi koruptor belum memberikan efek jera.
“Kami tetap berkomitmen di dalam pembahasan tindak pidana korupsi sifat serious crime harus dilakukan dengan cara extraordinary sehingga keadilan dapat ditegakkan secara terukur, efektif, terutama dalam penanganan kasus korupsi dengan skala megakorupsi layaknya Jiwasraya dan ASABRI,” ujarnya.
“Saya menegaskan kembali bahwa gagasan untuk menghukum mati koruptor adalah bentuk manifestasi upaya maksimal dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Ini selayaknya fenomena gunung es, korupsi di Indonesia adalah fenomena gunung es. Ribuan perkara sudah diungkap dan ribuan pelaku korupsi sudah dipidana, namun justru kualitas dan tingkat kerugian negara semakin meningkat sehingga hal yang perlu direnungkan bersama-sama adalah ternyata pola sanksi pidana yang telah dikenakan pada para koruptor tersebut hanya menimbulkan efek jera bagi para terpidana untuk tidak lagi mengulangi kejahatan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (TRAM) Heru Hidayat dituntut pidana mati oleh jaksa penuntut umum dalam kasus ASABRI. Namun Heru Hidayat dijatuhi vonis nihil oleh hakim PN Tipikor Jakarta Pusat karena dianggap telah dihukum dalam kasus Jiwasraya pidana penjara seumur hidup. Heru dinyatakan bersalah melakukan korupsi bersama mantan Dirut ASABRI Adam Damiri dan Sonny Widjaja dkk hingga merugikan negara sebesar Rp 22,8 triliun.
“Mengadili, menyatakan Terdakwa Heru Hidayat telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan kesatu primer dengan pemberatan secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang,” ujar hakim ketua IG Eko Purwanto saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Selasa (18/1/2022).
“Menjatuhkan pidana dengan pidana nihil kepada Terdakwa,” tambah hakim.
Atas vonis nihil tersebut, JPU telah mengajukan banding.
Lihat juga video ‘Vonis Heru Hidayat: Seumur Hidup di Jiwasraya, Nihil di ASABRI’:
(yld/dhn)