Jakarta –
Hakim tidak sependapat dengan jaksa terkait hukuman mati terhadap Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (TRAM), Heru Hidayat di kasus skandal ASABRI. Apa alasan hakim?
Hakim mengatakan sejak awal jaksa penuntut umum tidak pernah mendakwa Heru dengan pasal 2 ayat 2 terkait hukuman mati. Sehingga hakim mengatakan pihaknya tidak dapat mebuktikan unsur dalam pasal tersebut.
“Bahwa sejak semula penuntut umum tidak pernah mendakwa terdakwa pasal 2 ayat 2 No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sehingga majelis hakim tidak dapat membuktikan unsur pasal 2 ayat 2 UU Tipikor akan tapi majelis hanya membuktikan pasal 2 ayat 1 UU Tipikor,” kata hakim Ali Muhtarom dalam persidangan, di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (18/1/2022).
Hakim mengatakan pasal 2 ayat 2 dapat digunakan dalam keadaan tertentu. Yaitu sebagai pemberat bila korupsi dilakukan saat negara dalam keadaan bahaya.
“Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor dalam hal tipikor sebagaimana ayat 1 dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Keadaan tertentu adalah sebagai pemberantan bagi tindak pidana korupsi bila negara dalam keadaan bahaya sebagaimana undang-undang yang berlaku pada waktu bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi dan pada waktu negara dalam krisis ekonomi dan moneter,” kata hakim.
Heru disebut telah dijatuhi hukuman seumur hidup dalam kasus jiwasraya. Hakim menyebut, terdakwa dengan hukuman maksimal seumur hidup tidak dapat dijatuhi pidana lain.
“Terdakwa telah dijatuhi hukuman seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya berdasarkan keputusan PN Jakarta Pusat, Pengadilan Tinggi Jakarta dan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap. Terdakwa telah menjalani sebagian atau baru dalam tipikor Jiwasraya yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut. Tipikor dalam Jiwasraya berbarengan dengan tipikor yang dilakukan terdakwa dalam perkara PT ASABRI persero sehingga lebih tepat dikategorikan concursus realis atau meerdaadse samenloop bukan sebagai pengulangan tindak pidana,” kata hakim.
“Ancaman perampasan kemerdekaan dalam pasal 2 ayat 1 adalah pidana penjara seumur hidup dan berdasar ketentuan pasal 67 KUHP jika orang dijatuhi pidana mati atau seumur hidup di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain atau pencabutan hak-hak tertentu dan pengumuman majelis hakim,” sambungnya.
(dwia/aik)