Jakarta –
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membuka pintu bagi investor yang ingin berinvestasi teknologi pita lebar di Indonesia. Langkah tersebut sebagai cara pemerintah dalam menjalankan transformasi digital yang saat ini tengah digalakan.
Menurut Dirjen SDPPI Kementerian Kominfo, Ismail, Indonesia membutuhkan pemerataan akses konektivitas digital. Kesenjangan tersebut karena kondisi geografis alam dan peningkatan kebutuhan warga.
“Indonesia adalah negara berkembang yang luas dengan 17.000 pulau membutuhkan pemerataan akses konektivitas, terutama untuk konsumsi industri dan rumah tangga,” ujar Ismail dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/12/2021).
Pembangunan infrastruktur digital yang dikerjakan pemerintah sekarang tak hanya meliputi penggelaran 4G, tapi membangun jaringan 5G. Sejauh ini, baru ada tiga operator seluler yang mengantongi izin mengkomersialisasikan 5G, yaitu Telkomsel, Indosat Ooredoo, dan XL Axiata.
Ismail menyebutkan ada empat fokus Kementerian Kominfo pada 2022, di antaranya meningkatkan akses jaringan 4G di daerah tertinggal dengan mempercepat pembangunan BTS dan penggunaan Palapa Ring.
Selanjutnya mendorong pemanfaatan infrastruktur antar penyelenggara telekomunikasi, meluncurkan jaringan 5G, termasuk fiberization dan digitalisasi di perkotaan dan pedesaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Pada tahun 2022 Kementerian Kominfo memperluas program pengembangan start-up lokal. Tahun 2023, mengembangkan Indonesia menjadi Hub Fintech Asia Tenggara. Dan tahun 2024, mendorong adopsi pariwisata digital untuk kebutuhan pemasaran dan pengalaman pelanggan,” tuturnya.
Sejumlah karyawan mencoba demo layanan 5G di XL Center, XL Axiata Tower, Jakarta usai Kominfo menyatakan lolos Uji Laik Operasi (ULO) untuk menggelar jaringan 5G di Indonesia. Foto: dok. Kominfo
|
Dirjen SDPPI mengatakan transformasi digital membutuhkan upaya kolektif untuk menjembatani kesenjangan digital dengan menghubungkan yang tidak terhubung dan membangun ketahanan dan pemberdayaan ekosistem digital dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Menurutnya saat ini, Indonesia menghadapi tiga tantangan dalam meningkatkan perubahan dalam sektor digital yaitu konektivitas, kesenjangan digital ketika pandemi dan perluasan jaringan infrastruktur digital.
Sementara itu, makin tinggi penetrasi fixed broadband dan mobile broadband di suatu negara, makin baik kemampuan negara tersebut untuk memitigasi risiko kerusakan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“Peran fixed broadband lebih besar di negara maju untuk efek return to scale dan peran mobile broadband lebih besar di negara berkembang untuk aspek aksesibilitas,” ungkapnya.
Ismail memaparkan semua spektrum frekuensi jaringan 5G yang tersedia pada akhir tahun 2021 diperkirakan akan memacu pertumbuhan PDB menjadi Rp 2.874 triliun dan mencapai Rp 3.549 Triliun di tahun 2035. Adapun, peningkatan produktivitas 9,7 juta/kapita di tahun 2030 dan sebesar 11,6 Juta/kapita tahun 2035,.
Bahkan implementasi jaringan 5G di Indonesia diperkirakan bisa meningkatkan investasi sebesar Rp 591 triliun tahun 2030 dan meningkat menjadi Rp 719 triliun di tahun 2035. “Sehingga diperkirakan ada penambahan peluang kerja 4,6 juta pada tahun 2030 dan 5,1 juta peluang kerja di tahun 2035,” ungkapnya.
Melihat peluang ekonomi dan dampak implementasi 5G, Ismail mengajak sektor swasta meningkatkan investasi di Indonesia.
“Indonesia telah mempersiapkan transformasi digital di setiap aspek kehidupan. Izinkan saya untuk memperkenalkan pencapaian dan membuka peluang investasi teknologi baru di Indonesia,” pungkasnya.
Simak Video “Korsel Nomor 1 soal Kecepatan Download di Jaringan 5G“
[Gambas:Video 20detik]
(agt/rns)